"Memang pergerakan nilai tukar pada dasarnya ditentukan mekanisme suplai dan pasokan di pasar, saya memang melihatnya rupiah dalam tren yang melemah," kata Direktur Eksekutif Departemen Pengelolaan Moneter BI, Hendar di Gedung BI, Jakarta, Kamis (27/9).
Hendar mengatakan, dalam menjaga volatilitas nilai tukar rupiah, Bank Indonesia juga memperhatikan berbagai aspek seperti pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan. "Kami terus melihat pergerakan nilai tukar, memang ada pertimbangan yang membuat kita masuk ke pasar untuk melihat nilai tukar yang konsisten," kata Hendar.
Tetapi Bank Indonesia tidak menetapkan level nilai tukar tertentu, kata Hendar, demi menjaga ruang bagi pelaku ekonomi untuk mencari penyesuaian nilai tukar rupiah.
Yang terpenting bagi bank sentral, tambahnya, adalah bagaimana mengelola pelemahan rupiah yang sedang terjadi, supaya volatilitas yang terjadi tidak terlalu tinggi. "Kami berupaya untuk meyakinkan pasar agar pelemahan yang ada tidak menimbulkan persepsi," katanya.
Namun, Hendar mengaku dalam mengatasi pelemahan rupiah bank sentral tidak bisa bekerja sendirian dengan mengandalkan instrumen moneter yang ada. "Kami masih punya ruang penyesuaian di kebijakan moneter, tapi jangan lupa masih ada ruang fiskal karena kebijakan defisit APBN yang tidak terlalu besar," kata Hendar.
Nilai tukar mata uang rupiah yang ditransaksi antarbank di Jakarta Kamis sore bergerak menguat sebesar 35 poin menjadi Rp9.580 dibanding sebelumnya di posisi Rp9.615 per dolar AS.
Sementara itu, kurs tengah Bank Indonesia pada, Kamis (27/9) tercatat mata uang rupiah bergerak nilainya menjadi Rp9.590 dibanding sebelumnya di posisi Rp9.580 per dolar AS.
Sebelumnya pada pertengahan September 2012, sempat menguat hingga level Rp9.450 per dolar AS, ketika bank sentral AS "The Fed" mengeluarkan kebijakan stimulus ekonomi "quantitative easing" III dengan menginjeksikan 40 miliar dolar per bulan sampai dengan ekonomi Amerika Serikat membaik dan pengangguran di negara tersebut turun.(Ant/TII)
No comments:
Post a Comment